News Report

Kamis, 19 Mei 2016

Warga di Waduk Jatigede Menolak Pindah Meski Terancam Digenangi

WARGA DI WADUK JATIGEDE MENOLAK PINDAH MESKI TERANCAM DIGENANGI
RANAHSURATKABAR-Masalah yang timbul akibat pembangunan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, tak kunjung habis. Pasalnya masyarakat dari 28 desa yang akan digenangi itu bersikeras mendiami wilayah tempat tinggal mereka walaupun pemerintah akan menggenangi 28 desa tersebut pada Juni 2015.

 Padahal pemerintah telah berjanji memberikan dana pengganti sesuai Peraturan Presiden Nomor 01 tahun 2015, namun masyarakat menolak dan menilai hal ini tidak sepadan pada dampak yang akan ditimbulkan.

Salah satu aktivis sekaligus pengamat lingkungan, Andri Prayoga (25) menilai bahwa Peraturan Presiden Nomor 01 tahun 2015 pada pembangunan waduk Jatigede hanya motif untuk percepatan pengoprasian waduk, penyelamatan fisik bendungan, pengantisipasian kerugian apabila terjadi keterlambatan penggenangan dan pemberian uang tunai penggati penampungan pemukiman baru.

“Motif yang kentara dalam Perpres sangat tidak adil karena pembangunan pada hakikatnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bukan kesejahteraan fisik bendungan atau pengusaha. Jadi wajar saja warga menolak Perpres tersebut karena itu jalan satu-satunya untuk menyelamatkan sawah dan tempat tinggal mereka,” ujar Andri, Selasa (4/3).

Penolakan terhadap pembangunan waduk Jatigede juga disampaikan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Organisasi yang berdiri sejak tahun 1980 ini menyatakan bahwasannya dampak yang ditimbulkan bukan hanya dampak sosial, namun berdampak pula pada lingkungan alam.

“Kita sudah dari tahun 2004 bersama masyarakat menolak pembangunan waduk ini, saat kita mulai melakukan deklarasi penolakan pertama yang bertepatan pada hari anti DAN Internasional di desa Cipaku, Kabupaten Sumedang tahun 2005,” ujar Direktur Walhi Jawa Barat, Dadan Ramadhan (37), , Selasa (4/3).

Dadan menilai bahwa banyak dampak yang akan ditimbulkan seperti dalam aspek ekonomi yaitu berkurangnya lahan yang subur seluas 2500 ha dan gabah akan lenyap 33600 ton per tahun. Sedangkan dampak pada alam yaitu mata air yang akan hilang, hutan produktif dan hutan lindung hilang, satwa hilang dan juga pembangunan waduk tersebut berada pada tanah yg rentan terhadap retakan yang dapat menimbulkan longsor.

Dari data yang terdapat pada naskah deklarasi tercatat ada 48 situs yang tersebar di 16 desa terancam hilang jika digenangi pada Juni 2015. Situs-situs ini merupakan peninggalan para leluhur yang memiliki sejarah. Masyarakat berharap pemerintah bijak dalam mengatasi hal ini.

0 komentar:

Posting Komentar